***SEBAGIAN BESAR KASET DI BLOG INI DI JUAL / SALE, BERMINAT HUBUNGI FACEBOOK ATAU FANSPAGE YANG TERCANTUM DI BLOG INI

Rabu, 13 Juni 2012

John Seme


John Seme, salah satu penyanyi favorite ku.


John Seme: Berteriaklah Para Seniman!


Oleh Paul Burin/Pos Kupang

Nama lengkap : John Hendrik Seme
Lahir : Luei, Desa Oelunggu, Ba'a-Rote, 4 Juni 1964
Nama ayah : Jeshekiel Seme (alm)
Nama ibu : Paulina Seme-Ndoen
Nama istri : Indah N Seme
Nama anak-anak : Bulan Indah Putri Seme, Bintang Putra Seme, Jesica Putri Seme dan Bima Putri Seme.
Jabatan : Wakil Ketua Umum Swara Perjuangan Artis Indonesia, Sekjen PHCSI (Pembela Hak Cipta Seniman Indonesia), Anggota Yayasan Karya Cipta Indonesia, Pencetus VCD Original Harga Ekonomi, Ketua Senat Fakultas Hukum Universitas Gotong Royong-Jakarta, Ketua Tim Anti Pembajakan 2005-2007, Ketua Karang Taruna Kebun Jeruk- Jakarta Barat (1986-1989), Ketua Penyelenggara Hari Anak Nasional di Wisna Antara Jakarta bersama Ibu Sutiyoso.

NAMA John Seme telah lama dikenal sebagai artis papan atas. Beberapa album, di antaranya Langit Masih Biru (Kicky AB) dan Di Antara Cinta dan Dusta (John Seme dan Judhi Kristanto), meledak di pasaran dan kini melegenda. Dari sana bintang lelaki ini semakin bersinar hingga kini.

Dia juga beberapa kali menggarap dan melahirkan sejumlah album bersama artis papan atas lain, seperti Obbie Messakh, Rinto Harahap, Pance Pondaag dan Deddy Dores. Di tangannya pula ia mengorbitkan sejumlah artis nasional maupun daerah. Berikut petikan wawancara Pos Kupang dengan John beberapa waktu lalu.


Sejak kapan Anda terjun ke dunia musik?
Tahun 1983, setelah ramat SMA Negeri I Kupang, saya menuju Yogyakarta. Di sana saya kuliah pada Akademi Manajemen Perusahaan Yogyakarta. Mengalami berbagai kesulitan, saya akhirnya berhenti kuliah dan menjadi pengamen.

Berapa lama Anda menjadi pengamen?
Sekitar enam sampai tujuh bulan. Hidup saya dari bus ke bus, dari lorong ke lorong dan dari rumah ke rumah. Tetapi sebenarnya di sini (mengamen) saya ditempah. Saya belajar menyanyi dan tentu harus menguasainya. Karena saat nyanyi di bus, kereta atau di mana saja tak bisa membuka buku atau notes untuk melihat naskah. Saya tempa diri juga. Jadi bukan hanya sekadar menyanyi, tetapi saya juga berlatih teknik menyanyi yang baik. Teknik vokal yang baik. Saya semakin percaya diri.

Ke mana lagi perjalanan hidup Anda?
Saya berpikir, untuk memperbaiki nasib tak bisa bertahan di Yogyakarta. Banyak musisi yang eksis memilih lahan kehidupan Jakarta. Di sana mereka bertarung dan akhirnya sukses seperti Panbers, The Mercys, Pance dan Ebiet G Ade. Karena itu saya hijrah ke sana.

Berarti Anda memulai sesuatu yang baru di Jakarta?
Betul. Saya ke Jakarta tahun 1983 dan tinggal di kediaman Bapak Mayjen Julius Henululi. Mereka sangat berjasa karena saat-saat awal saya susah mereka membantu. Kemudian saya mengamen, sama seperti di Yogyakarta. Hari-hari saya mengelilingi ibu kota untuk bernyanyi. Karena itu saya punya banyak teman. Bagi saya pertemanan adalah segalanya. Pertemanan dapat memberikan kita banyak pesan kehidupan. Di sana kita belajar, baik hal yang buruk dan positif. Tinggal kita menyaringnya.

Anda mulai disebut-sebut ketika tampil pada acara Wajah Baru di TVRI. Bisa Anda ceritakan?
Saya tampil pada tahun 1987. Ketika itu saya adalah satu-satunya putra NTT yang sukses mengungguli peserta lain. Dan, saya merasa bangga bisa bersaing dengan peserta lain dari seluruh tanah air. Ketika itu saya membawakan lagu Di Sini, di Batas Kota Ini (Tomy J Pissa). Intinya bahwa saya semakin tahu akan kemampuan diri saya. Saya terus berlatih dan belajar tentang teknik bernyanyi yang baik. Perjalanan waktu pun terus berlalu. Beberapa bulan kemudian, saya mendapat kepercayaan dari Musica Studio untuk menyanyikan lagu Natalia (Obbie Messkh). Lagu ini sudah direkam dan dinyanyikan Jamal Mirdad. Namun ketika itu Jamal sedang show ke Malaysia sehingga saya dipercayakan untuk menyanyikan lagu ini pada Album Minggu, Album Kita dan Musik Malam Minggu di TVRI.

Mengapa Anda terpilih menyanyikan lagu ini?
Pertama, barangkali warna vokal saya sama dengan Jamal. Kedua, ketika itu bos Musica, Pak Sanjaya sedang menghimpun para pendatang baru termasuk saya untuk rekaman. Apalagi ketika itu saya ditangani langsung musisi almarhum A Ryanto.

Kapan Anda masuk dapur rekaman?
Saya menikmati saja perjalanan karier ini meski menghadapi banyak tantangan. Bagai air yang terus mengalir. Tak lama berselang (1989), saya dipanggil manajemen Gajah Mada Record untuk membuat album pop. Yang membanggakan saya pada album ini didukung artis-artis ternama, seperti Rinto Harahap, Deddy Dores dan Obbie Messakh. Judul albumnya, Tantangan. Sebelumnya Pompi, pencipta lagu Bukit Berbunga itu membuat sebuah album berjudul Ibu Doakan Anakmu. Saya pun masuk dapur rekaman. Album Ibu Doakan Anakmu ini malah diedarkan HDX, pabrik kaset CD terbesar di tanah air saat itu.

Banyak orang menilai Anda sukses di tangan Judhi Kristanto, bos JK Record. Benarkah itu?
Saya bertemu Mas Judhi di tengah perjalanan karier saya. Ketika bergabung dengan Mas Judhi Kristanto di JK Record, saya sudah memulai usaha rekaman sendiri. Saya kumpulkan modal dan memulainya. Album Langit Masih Biru itu saya produksi dan jual masternya ke Mas Judhi. JK Record-lah yang memproduksinya. Memang ketika itu studionya Mas Judhi menjadi tempat persemaian artis pendatang baru. Sebut saja Meriam Belina, Ria Angelina, Heidy Diana, Dian Piesesha, Helen Sparingga dan masih banyak artis pendatang baru. Album mereka meledak dan mereka menjadi tenar hingga kini.

Anda beraliran melankolis. Mengapa Anda memilih jalur musik ini?
Saat itu sedang menjamurnya lagu-lagu jenis ini. Dan pasar menerimanya. Selain itu saya dibina dan dibesarkan pada jalur musik ini. Alasan lain karena warna vokal saya sesuai. Saya kira, saya tak bisa memaksakan karakter vokal saya ke warna musik lain. Nanti tak cocok. Saya juga mau mengatakan jalur musik ini bagi saya adalah sesuatu berkah. Kita nyanyikan lagu- lagu jenis ini agar menggerakkan hati orang. Siapapun dia akan tergerak hatinya.

Berapa banyak album Anda produksi dan album mana yang meledak di pasaran?
Sudah sekitar 10 album pop Indonesia. Banyak juga album pop daerah NTT. Album yang meledak, di antaranya Langit Masih Biru, Kasih Mama Umur Panjang (Obbie Messkh, John Seme dan Deddy Dores), Duka di Pukuafu dan Yesus Malole. Bahkan album Yesus Malole terkenal hingga mancanegara. Di Australia album saya ini mendapat sambutan meriah. Inilah yang mau saya katakan bahwa musik itu menembus ruang dan waktu. Musik tak mengenal wilayah, teritori, ras dan lain sebagainya. Musik mendekatkan hati semua orang yang menyenanginya. Kemudian, album saya yang lain, Lelaki dan Rembulan masuk nominasi Vedio Musik Indonesia terbaik II (1995) setelah album Dewa. Saat ini saya siap meluncurkan album ke-10, Cinta Yang Hilang diikuti Trio Ovalangga (Rote) Nitan Wolon Kolit (Sikka) dan Nona Alor (Alor).

Menurut Anda musik itu apa?
Saya tak bisa menjelaskannya. Saya sulit mengungkapkannya. Tetapi pada intinya musik adalah bahasa universal. Bahasa manusia yang sangat hakiki. Musik itu sesuatu yang menggetarkan sukma dan membawa kita ke alam peradaban.

Ketika banyak musisi berkarya, para pembajak terus merajalela. Anda menyikap problema seperti apa?
Kalau aksi pembajakan terus berjalan dan tak ada penanganan serius dari aparat hukum, maka nasib para seniman tetap seperti ini. Saya menyikapi persoalan ini secara serius. Belum lama ini ketika peluncuran album Pak SBY, saya berbicara. Saya minta supaya pemerintah melalui aparat penegak hukum dapat menertibkan para pembajak. Itu perbuatan kriminal dan sangat merugikan para artis. Hal yang sama juga saya katakan ketika Konggres PAPRI (Persatuan Pencipta Lagu dan Penata Musik Indonesia) beberapa waktu lalu. Di sana saya bilang, jika semua pihak tak serius memberantas masalah ini, maka saya dan Barisan Pemuda Flobamora di Jakarta akan menertibkan daerah Glodok, Jakarta. Saya bicara sangat serius. Saya juga pernah memrotes langsung kepada badan sensor film karena tiap hari memperoleh pemasukan puluhan juta rupiah dari hasil sensor film VCD. Tapi lembaga ini tak pernah mempersoalkan pembajakan di depan mata. Jadi sebenarnya tekanan harus dilakukan secara serius dan terus menerus oleh para artis. Ini sudah dilakukan hanya butuh kekompakan lagi. Para artis harus terus "berteriak" kapan dan di mana saja. Di sini kita harus berani mengatakan dan berani pula mengadukan ke aparat berwajib.

Sejauh mana perhatian pemerintah?
Masih jauh dari harapan. Jika pemerintah memberi perhatian maka saya minta cukup dengan menertibkan para pembajak ini. Kalau soal perhatian di NTT belum. Seniman masih jalan sendiri-sendiri. Pemerintah pun demikian.

Saat ini banyak artis yang banting stir ke urusan politik. Rano Karno dan Dede Yusuf telah berhasil meraih kursi wakil walikota dan wakil gubernur. Apakah Anda akan mengikuti jejak sesama seniman itu?
Saya memang berusaha ke arah sana. Tapi ini kan kehendak Dia di atas. Kita berusaha namun tergantung nasib, garis tangan dan kehendak Tuhan. (*)


Cenderamata Untuk Atlet PON Ke-17

PARA atlet dan oficial yang kini sedang mengikuti Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-17 di Samarinda, Propinsi Kalimantan Timur (Kaltim) akan mendapat cenderamata istimewa dari pemerintah propinsi (Pemprop) setempat. Kado itu berupa persembahan lagu-lagu khas daerah itu dalam bentuk video compact disc (VCD). Proses penggarapan musik 'dibidani' musisi beken ini di Studio Flobamora Record, Jakarta.

Lelaki asal Rote ini juga menggaet sejumlah musisi beken lain dalam penanganan album berisi 10 nomor lagu ini. John Seme mengatakan bahwa album yang bertajuk, "Burung Enggang Merista" yang dinyanyikan oleh Efendi Dinda, siswi kelas V SDN 016 Samarinda yang juga salah satu penyanyi terbaik dari daerah itu sudah diluncurkan pada 17 Mei 2008 di Balikpapan.
Saat peluncuran album itu, kata John, dihadiri Gubernur Kaltim, Drs. Yurnalis Ngayo, M.M, para bupati/walikota dan 2.000 undangan yang hadir. Pada kesempatan itu John juga menjelaskan alasan apa, mengapa dan bagaimana ia bersama musisi dan produser menyumbangkan sesuatu bagi daerah itu.

John secara pribadi menyampaikan terima kasih kepada pemprop setempat yang telah memberikan ruang untuk ikut membangun daerah itu dari aspek budaya. Lagu ini, kata dia, mengisahkan tentang nasib Burung Enggang di Kaltim yang kini mulai punah karena eksploitasi yang berlebihan dari penduduk setempat. Lagu ini sekaligus mengajak seluruh komponen warga Kaltim dan bangsa untuk melestarikan satwa langka ini.

John menggandeng juga produser Hajah Yuli dan Hajah Fitriah. Untuk tahap awal, album ini beredar sekitar 3.000 kopi. Sebanyak 2.000 CD akan dibagikan kepada atlet dan oficial, sedangkan 1.000 kaset akan dikomersialkan. "Dana penjualan kaset ini akan kami manfaatkan untuk merekam lagu-lagu Kaltim yang belum di-VCD-kan," kata John Seme.

John mengatakan, respons pemerintah Kaltim sangat tinggi. Ia juga mengatakan bahwa pemerintah Kaltim juga memberikan bantuan seperangkat alat rekaman seharga Rp 100 juta kepadanya. "Ini perhatian tulus dari pemerintah. Dan bukan juga karena saya minta. Pak gubenur memberinya dengan ikhlas. Saya mendapat kejutan dalam hidup saya karena yang membantu adalah pemda lain, bukan Pemda NTT," katanya. John juga mengatakan siap membantu siapa saja jika ingin rekaman di studionya. Kontak person ke 08129040403. (*)

Pos Kupang, Edisi Minggu 6 Juli 2008, halaman 3




      
SEBAGIAN ALBUM JOHN SEME





FOTO PRIBADI (koleksi John Seme)





John Seme - Show 2008 di NTT








Tidak ada komentar:

Posting Komentar